Kamu yang saat ini sedang merencanakan kegiatan liburan, bisa mencoba menjadikan Kamboja sebagai destinasi. Sebab selain jaraknya tidak begitu jauh dari Indonesia sehingga biaya transportasinya lebih ekonomis.
Di Kamboja juga terdapat banyak sekali tempat wisata menarik dan dijamin memberi pengalaman berbeda. Salah satu tempat wisata yang wajib disambangi adalah Killing Field yang memiliki catatan sejarah panjang di Kamboja. Berikut informasinya.
Apa itu Ladang Pembantaian Kamboja?

Killing Field atau Ladang Pembantaian di Kamboja merupakan salah satu tempat wisata bersejarah. Berkunjung kesini sangat cocok untuk kamu yang ingin mengenal sejarah dari negara satu ini.
Sesuai dengan namanya, Killing Field memiliki sejarah kelam yang membuatnya diabadikan dan dirawat sampai sekarang. Unsur sejarah yang dimilikinya kemudian menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung.
Sehingga bisa dijadikan alternatif selain datang ke Angkor Wat yang merupakan destinasi paling populer di Kamboja. Nama lain dari Killing Fields ini adalah Genosida dan dulunya memang menjadi ladang pembantaian penduduk di Kamboja pada pemerintahan Khmer Merah.

Sekilas, Killing Field terlihat seperti lapangan luas biasa yang terdapat pepohonan yang tumbuh dengan menjulang dan menciptakan suasana rindang. Masuk lebih dalam lagi, maka akan menjumpai bangunan tinggi menjulang berarsitektur khas Kamboja.
Bangunan tersebut berwarna emas dan digunakan untuk menyimpan sisa tengkorak dari para korban kekejaman pimpinan Khmer Merah yakni Pol Pot. Sebagai tempat pembantaian, maka tidak perlu heran jika bertemu banyak tulang belulang disini.
Baca Juga: 10 Tempat Wisata Menarik Wajib Dikunjungi di Kamboja
1. Sejarah Tragis di Ladang Pembantaian

Killing Field menurut catatan sejarah menyimpan catatan kelam di negara Kamboja. Pada tahun 1975 sampai 1979 terjadi pembantaian terhadap 3 juta masyarakat kamboja yang saat itu dipimpin oleh Khmer Merah.
Meskipun singkat yakni hanya berjalan 4 tahun namun total pembantaian tersebut sudah menghabisi 25 persen dari total penduduk di Kamboja. Bencana tersebut dimulai ketika berakhirnya perang saudara di Kamboja.
Kondisi tersebut menguntungkan Khmer Merah dan menguasai kota Phnom Penh. Khmer Merah dipimpin oleh diktator Pol Pot yang memerintahkan untuk membantai masyarakat setempat.
Tujuannya adalah untuk menghindari aksi balas dendam karena Khmer Merah berhasil merobohkan benteng pertahanan terakhir dari Kamboja. Pembantaian tersebut terjadi di Killing Field Genosida yang saat ini dibuka untuk wisatawan.
Baca Juga: Angkor Wat: Candi Buddha Kebanggaan Negara Kamboja
2. Awal Mula

Khmer Merah diketahui mulai muncul di tahun 1960-an dan merupakan bagian dari Partai Komunis Kampuchea. Basis dari Khmer Merah sendiri adalah di hutan terpencil dan kawasan pegunungan di bagian timur laut negara Kamboja.
Seiring berjalannya waktu kekuatan Khmer Merah bertambah kuat, dan perang saudara yang terjadi berhasil menggulingkan kepala negara saat itu yakni Pangeran Norodom Sihanouk.
Sejak tahun 1970, Khmer Merah mulai mencoba melakukan koalisi politik dan jumlah pendukungnya semakin meningkat. Perang saudara yang masih terjadi selama lima tahun kemudian memberikan kekuatan bagi Khmer Merah di kawasan pedesaan.
Pada tahun 1975 pasukan Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berhasil menduduki Phnom Penh. Sejak dari sinilah sejarah tragis dimulai, dimana terjadi pembantaian massal khusus untuk para pejuang yang melawan Khmer Merah.
Baca Juga: Ikuti 8 Aturan Ini Saat Berkunjung ke Kamboja!
3. Pemerintahan Khmer Rouge

Selama masa kekuasaan Khmer Merah berbagai kebijakan diterapkan oleh pimpinannya yang diktator. Salah satunya untuk membantai para pejuang yang melawan Khmer Merah tersebut.
Tak cukup sampai disitu, pembantaian kemudian meluas termasuk ke penduduk sipil dan juga anak-anak. Pol Pot menerapkan kebijakan tersebut untuk memberantas calon pemberontak.
Sehingga anak-anak pun ikut menjadi korban pembantaian, sebab ada kekhawatiran ketika mereka dewasa akan menghancurkan Khmer Merah. Kabarnya, Pol Pot selama masa pembantaian tersebut tidak ingin keluar banyak biaya.
Alhasil tidak ada biaya dan peluru yang dikeluarkan. Seluruh korban pembantaian di bawah ke Genosida dan dipukulkan kepalanya ke pepohonan disana. Selama proses eksekusi pasukan Khmer Merah menyalakan suara nyaring untuk menyamarkan jeritan dan teriakan para korban.
Korban pembantaian dari kalangan orang dewasa dieksekusi dengan cara disembelih dan disekop dengan bambu runcing. Seluruh korban kemudian dikuburkan di dalam satu liang besar.
Selama masa kekuasaan, Khmer Merah juga menerapkan kebijakan segala sesuatu yang berbau kapitalis akan dilenyapkan. Diterapkan pula larangan untuk berbicara dan menjual produk kepada orang luar, dan pelaku yang melanggar akan disebut penghianat.
Pelaku penghianatan tersebut akan ditangkap dan dikirimkan ke kamp pendidikan ulang yang diberi nama Tuol Sleng. Namun kebanyakan akan berakhir dengan dieksekusi mati atau disiksa sampai mati.
Baca Juga: Kuliner Unik Kamboja: 18 Makanan yang Tidak Ditemukan di Indonesia
4. Akhir dari Tragedi
Tragedi pembantaian di Killing Field baru berhenti di tahun 1979 ketika Vietnam melakukan invasi ke Kamboja. Masuknya Vietnam sekaligus mengakhiri pemerintahan Khmer Merah, yang praktis menghentikan kegiatan pembantaian yang dijelaskan di atas.
Pasukan Vietnam selama masa tersebut berhasil menemukan lokasi pembantaian, termasuk kuburan massal dan kamp pendidikan yaitu Tuol Sleng. Sisa dari orang-orang Khmer Merah kemudian mengasingkan diri ke daerah terpencil di Kamboja.
Tidak butuh waktu lama kekuatan dari sisa orang-orang Khmer Merah semakin lemah dan redup dengan sendirinya. Tahun-tahun berikutnya negara Kamboja mulai terbuka lagi kepada dunia, dengan aktif kembali di dalam komunitas internasional.
Penyintas dari kekejaman rezim Khmer Merah menjadi saksi hidup dari kengerian selama masa pembantaian. Kesaksian mereka bahkan dituangkan ke dalam film Hollywood berjudul The Killing Field pada tahun 1980-an.
5. Berkunjung ke Ladang Pembantaian

Killing Field Kamboja sendiri terletak di Desa Cheung Ek yang berjarak sekitar 18 km dari arah selatan kota Phnom Penh. Menjangkau lokasi ini sendiri sangat mudah, salah satunya bisa menyewa tuk tuk yang merupakan kendaraan umum di Kamboja dan Thailand.
Biaya perjalanan dari Phnom Penh sendiri adalah 17 USD dan nantinya akan menempuh perjalanan antara 30 sampai 40 menit. Sesampainya di lokasi Killing Field maka perlu membeli tiket masuk.
Harga tiket masuk ini adalah USD dan biaya tiket ini sendiri sudah termasuk biaya untuk audio guide dan juga peta. Sehingga bisa lebih puas selama menjelajahi setiap sudut Killing Field tersebut.
Hanya saja untuk audio guide memang sampai sekarang belum tersedia dalam bahasa Indonesia. Oleh pihak pengelola baru menyediakan pilihan bahasa melayu, mandarin, inggris, dan juga bahasa perancis.
Meskipun begitu kamu bisa memilih jenis bahasa yang sekiranya paling bisa dipahami. Jika bisa berbahasa inggris maka bisa memilih audio guide bahasa inggris tersebut. Jangan lupa untuk memanfaatkan peta agar tidak tersesat, karena area Killing Field sendiri sangat luas.
Kondisi Killing Field atau ladang pembantaian sendiri dikelola dengan baik dan sejauh mata memandang memang hanya tampak seperti lapangan luas. Ada banyak pepohonan rimbun dan satu bangunan berarsitektur Kamboja berwarna emas di bagian tengah area ini.
Selama berkeliling mungkin akan menemukan tulang belulang yang merupakan sisa dari para korban pembantaian. Jadi, patuhi audio guide untuk meningkatkan kenyamanan selama menjelajahi Killing Field ini.
Baca Juga: Transportasi untuk Memudahkan Perjalananmu di Kamboja
Meskipun terdengar angker, Ladang Pembantaian merupakan tempat wisata yang punya nilai historis besar di sejarah Kamboja. Yuk, pesan tiket pesawatmu di Airpaz.com dan dapatkan berbagai promo menarik!
